Di
sebuah desa kecil bernama Desa Sukabohong, suasana Pilkada 2024 begitu
menggema. Bukan karena visi-misi calon yang menggelegar, tapi karena drama
kocak yang tiap hari bisa jadi sinetron.
Bu
Nanik tak mau kalah, "Lha, saya malah dapet sembako dari tim lawan, Calon
No. 17. Berasnya premium, minyaknya Bimoli, sampe ada bonus gula tiga
kilo!"
Tiba-tiba,
Pak Udin ikut nimbrung. "Ah, kalian itu kecil. Saya kemarin dapet pulsa 50
ribu sama kupon undian motor dari tim Calon No. 9! Mereka katanya mau bikin
jembatan gantung di kali belakang rumah saya. Masalahnya, di sana nggak ada
kali, Pak!"
Pak
Karto, kepala keamanan desa, cerita dengan mata merah akibat kurang tidur,
"Saya tiga malam nggak tidur demi Pulung, Mas. Lha, katanya kalau tim
sukses suka sama loyalitas kita, pagi-pagi langsung dibagi amplop tebal."
Bu
Lastri, yang biasa jual gorengan, ikut menimpali, "Pak Karto ini polos,
pulung itu mitos! Lihat tuh, Pak Darno, yang tiap malam begadang sama,
ujung-ujungnya cuma dapet kopi sachet lima biji. Gimana, nggak balik modal
dia?"
Pak
Darno, yang kebetulan lewat, nyengir pahit. "Cuman kopi lima, Bu. Padahal
udah seminggu saya nggak ngojek demi posko. Nggak ada tanda-tanda amplop, malah
dapet maag!"
Calon
lainnya janji bikin sekolah internasional ber-AC, meski sekolah dasar saja
atapnya masih bocor. Yang paling heboh, Calon No. 9 janji bikin pantai buatan
lengkap dengan pasir putih dan jet ski, padahal desa ini letaknya di tengah
sawah!
"Saya
yakin desa kita bisa jadi desa wisata kelas dunia," kata calon itu dengan
meyakinkan di depan warga. Tapi warga cuma saling pandang, bertanya-tanya
apakah calon itu sedang halusinasi atau memang kebanyakan nonton drama Korea.
Pak
Karto terlihat gagah dengan kaos tiga lapis: kaos Calon No. 65, ditumpuk kaos
Calon No. 17, dan jaket Calon No. 9. "Jaga netralitas, Mas. Yang penting
pulung lancar," katanya sambil mengedipkan mata.
Di
akhir cerita, siapa pun yang menang, drama Pulung dan kampanye ajaib ini selalu
jadi pengingat bahwa Pilkada di Konoha lebih seperti festival komedi
daripada proses demokrasi. Toh, siapa peduli siapa yang menang? Yang penting,
janji pantai buatan jangan lupa, ya! 😄
Pulungnya Belum Pulang
Hari demi hari berlalu, tapi yang
ditunggu-tunggu tak kunjung datang: Pulung, si uang pelicin, masih misterius
keberadaannya. Warga Desa Sukabohong mulai resah. Bahkan ada yang bikin teori
konspirasi.
Pak Karto, yang sudah begadang dua
minggu, menghela napas panjang. "Kayaknya pulungnya nyasar ke desa
sebelah. Itu Desa Makmur katanya dapet berkarung-karung beras dan amplop, kok
kita nggak dapet apa-apa?"
Bu Nanik, yang mulai kehilangan harapan,
nyeletuk, "Mungkin pulungnya takut ke sini, Pak. Desa ini kan terkenal
dengan banyaknya tuyul. Jangan-jangan amplopnya udah hilang duluan!"
Fenomena Lima Tahunan: Si Fajar
Sambil menunggu pulung yang tak kunjung
pulang, muncul fenomena lain yang bikin desa heboh: Si Fajar. Kalau
biasanya hilal jadi perbincangan setahun sekali menjelang Ramadan, Fajar ini
datang lima tahunan, pas musim Pilkada.
"Siapa sih Fajar ini, kok tiba-tiba
viral?" tanya Pak Udin penasaran.
Pak Darno, yang selalu mengaku update
soal gosip politik, menjelaskan dengan gaya detektif, "Fajar itu julukan
buat orang yang suka nyerang pas musim kampanye. Di mana ada perdebatan soal
calon, di situ ada Fajar nyeruduk."
Bu Lastri ikut nimbrung, "Oh, itu
yang suka nulis komentar pedas di grup WA desa, ya? Kalo ada yang beda
pendapat, langsung dituduh antek lawan!"
Pak Darno mengangguk. "Betul, Bu.
Dia itu kayak superhero, tapi kebalik. Super-nyerang! Entah apa kerjaannya,
pokoknya di Facebook, Twitter, sampai TikTok, dia ada terus, perang
komentar."
Fajar Si Tukang Nyinyir
Fenomena si Fajar ini memang menghibur
sekaligus bikin geleng kepala. Semua warga jadi serba hati-hati kalau mau
bicara soal paslon. Salah-salah, komentar nyerocos si Fajar bisa bikin geger
satu desa.
Pak Karto kena sial waktu dia iseng
mengkritik janji kampanye pantai buatan. "Mana mungkin desa sawah kayak
kita punya pantai?" katanya di grup WA. Belum lima menit, si Fajar muncul
dengan capslock dan emot marah.
"PAK KARTO TIDAK MENGHARGAI
INOVASI! INI ADALAH PEMIKIRAN KOLONIAL!" tulis si Fajar, lengkap dengan
spasi berlebihan dan link artikel abal-abal yang nggak nyambung.
"Orang kayak Fajar ini pasti
dibayar, ya?" tanya Bu Nanik.
Pak Darno menduga hal yang sama.
"Iya, Bu. Kalau nggak, kok dia semangat banget bela paslon sampai nggak
tidur. Padahal, sama kayak kita, pulungnya juga belum pulang!"
Dramanya Belum Selesai
Fenomena Pulung dan Fajar adalah cermin
kecil Pilkada di negeri ini. Saat demokrasi mestinya jadi ajang gagasan dan
diskusi, malah berubah jadi drama begadang dan perang komentar.
Warga Desa Sukabohong hanya bisa
menunggu. Apakah pulung akhirnya pulang? Apakah si Fajar bisa istirahat? Yang
pasti, lima tahun lagi, kisah seperti ini akan terulang. Karena di negeri ini,
Pilkada bukan cuma soal memilih pemimpin, tapi juga pesta rakyat penuh komedi
satir yang tak ada habisnya. 😄
Pulungnya Belum Pulang, Fajar Makin
Nyerang
Warga Desa Sukabohong mulai frustasi.
Sudah tiga minggu berlalu, pilkada selesai, suara dihitung, tapi pulung tetap
nihil. Pak Karto yang tadinya semangat begadang kini lebih mirip zombie
kampung, mata panda makin tebal, langkah makin gontai.
“Ini kayak nunggu mantan balik, Bu.
Pulungnya janji mau datang, tapi cuma PHP,” keluh Pak Karto ke Bu Lastri yang
sedang goreng pisang.
Bu Lastri ngakak. “Pak, mantan balik aja
bisa-bisa bawa utang! Pulung kan minimal bawa amplop!”
Fenomena Lima Tahunan: Fajar Masih Aktif
Sementara warga sibuk menunggu pulung,
si Fajar makin menjadi-jadi. Kalau biasanya dia cuma nyerang di grup WA desa,
kini dia muncul di lapangan dengan strategi baru: door-to-door.
Pak Darno yang sedang santai di beranda
rumahnya, tiba-tiba didatangi Fajar. “Pak, kenapa tadi di grup bilang pantai
buatan itu nggak mungkin? Anda tidak cinta pembangunan, ya?” tanya Fajar dengan
nada investigatif.
Pak Darno, yang kaget tapi tetap santai,
menjawab, “Ya kalau pantai buatan itu jadi, saya mau buka usaha ojek perahu.
Tapi kali belakang rumah saya itu kering, Mas. Jadi realistis aja.”
Fajar mendengus, “Begini-begini nih yang
bikin bangsa kita nggak maju. Kurang optimis! Pikirannya pesimis terus.”
Pak Darno langsung menimpali, “Eh,
optimis itu penting, Mas. Tapi, kalau pasir putihnya diambil dari mimpi, jet
ski-nya dari rental di TikTok, ya kita ini masuk kategori halu, bukan optimis!”
Kampanye Terakhir: Pulung Palsu
Kegelisahan soal pulung mencapai
puncaknya ketika berita menyebar bahwa tim sukses salah satu paslon diam-diam
membagi “pulung palsu”. Isinya ternyata cuma selebaran janji-janji kosong.
Bu Nanik, yang sempat menerima selebaran
itu, melaporkan ke grup arisan. “Bayangin aja, isinya cuma tulisan: Terima
Kasih Telah Mendukung! Tunggu Proyek Kami di Desa Ini.”
Pak Udin, yang biasanya pendiam,
langsung berkomentar, “Berarti bener, ya. Mereka ini menganut konsep
pembangunan versi tabungan akhirat. Janji sekarang, realisasi nanti… di
alam kubur!”
Pemilu Rasa Drama Komedi
Ketegangan sedikit mereda ketika hasil
pemilu diumumkan. Tapi bukannya selesai, malah muncul tontonan baru: para
pendukung paslon kalah mulai menyusun skenario konspirasi.
“Pasti ada kecurangan! Suara kita
dikorupsi,” teriak salah satu pendukung fanatik di balai desa.
Bu Lastri yang mendengar, nyeletuk pelan
ke Pak Darno, “Kalau suara itu bisa dikorupsi, kok suara kentut suamiku nggak
pernah bisa disensor?!”
Pak Darno nyengir lebar. “Mungkin karena
suara kentut itu paling jujur, Bu. Gak bisa disogok sama pulung.”
Fajar, Pulung, dan Harapan Baru
Meski banyak yang mengeluh soal drama
pilkada, warga Desa Sukabohong tetap optimis. Mereka sadar, lima tahun lagi
fenomena ini pasti akan terulang. Pulung akan kembali dijanjikan, Fajar akan
tetap menyerang, dan janji-janji ajaib akan berseliweran lagi.
Tapi Pak Karto punya kesimpulan bijak
sambil memandang langit, “Kalau pulung nggak pulang, kalau pantai buatan nggak
jadi, kalau Fajar masih ngamuk, ya sudahlah. Yang penting kita tetap tertawa.
Soalnya, cuma ketawa yang nggak butuh janji politik.”
Dan begitulah Desa Sukabohong, di mana Pilkada adalah pesta rakyat sekaligus festival komedi satir yang selalu berhasil bikin semua orang geleng-geleng sambil ngakak. 😄
0 comments:
Posting Komentar