Rabu, 21 Agustus 2024

"Jejak Doa di Bawah Langit Senja: Sebuah Perjalanan, Harapan dan Keberkahan"

Ziyaroh Kerumah Ustd. Luqman

Hari ini, Selasa 20 Agustus 2024, adalah hari yang penuh makna dalam perjalanan hidupku. Di bawah langit biru yang seolah ikut merestui setiap langkahku, aku memulai perjalanan menuju desa Trucuk, Kabupaten Bojonegoro, untuk berziyarah ke rumah seorang sahabat yang baru saja pulang dari tanah suci, menunaikan ibadah Umroh. 


Perjalanan ini terasa istimewa, bukan hanya karena tujuan mulia yang kami niatkan, tetapi juga karena kebersamaan yang terjalin di antara kami berempat—aku, Pak Sigit, Pak Sareh, dan Gus Aly. Dalam perjalanan yang memakan waktu hampir dua jam itu, setiap detik terasa begitu berharga, diiringi percakapan ringan dan canda tawa yang tak lekang oleh waktu.


Sesampainya di rumah sahabatku, Ustadz Luqman dan istrinya, Ustadzah Muthoharotun Nisa', kami disambut dengan penuh kehangatan. Senyum tulus yang terpancar dari wajah mereka seolah menghapus lelah perjalanan. Di ruang tamu yang sederhana namun penuh berkah, kami duduk bersila, mendengarkan cerita-cerita religius yang dibagikan oleh Gus Luqman. Suaranya yang teduh membawa kami seakan ikut serta dalam setiap langkahnya di tanah suci, menapaki jejak-jejak spiritual yang mendalam, menguatkan iman, dan mempertebal rasa syukur.


Setiap kata yang keluar dari mulutnya adalah hikmah, setiap cerita yang disampaikan adalah pelajaran berharga tentang kebesaran-Nya. Dalam satu jam yang terasa begitu singkat, kami larut dalam keheningan yang penuh makna, merenungi perjalanan hidup dan bagaimana setiap langkah kita adalah bagian dari rencana besar yang telah digariskan oleh-Nya.


Akhirnya, tibalah saatnya kami berpamitan. Dengan hati yang penuh rasa syukur, kami meninggalkan rumah sahabatku, membawa pulang bukan hanya kenangan, tetapi juga inspirasi dan semangat baru untuk melanjutkan perjalanan hidup ini. Perjalanan pulang yang dilalui dalam senja yang mulai meredup, menutup hari ini dengan indah—sebuah hari yang tak akan terlupakan dalam jejak kehidupan yang terus bergulir.


Dalam perjalanan pulang, suara angin yang berdesir di antara pepohonan seolah menjadi irama pengantar renungan. Di dalam mobil, kami tak banyak bicara, seolah setiap dari kami tenggelam dalam pikiran masing-masing, meresapi makna dari perjalanan yang baru saja kami lalui.


Pikiranku melayang pada setiap kisah yang disampaikan oleh Gus Luqman. Bagaimana ia menceritakan tentang tawaf di Ka'bah dengan penuh khusyuk, seakan waktu berhenti dan dunia hanya berpusat pada putaran yang penuh makna itu. Ia berbicara tentang keheningan di Arafah yang menyentuh relung jiwa, mengajarkan bahwa ketenangan sejati hanya bisa didapatkan saat kita benar-benar menyerahkan diri pada-Nya. Dan tentang sai di antara Safa dan Marwah, yang mengingatkan kita bahwa hidup ini adalah perjalanan tanpa henti, perjuangan yang tak mengenal kata menyerah.


Setiap kisahnya mengajarkanku banyak hal, bahwa dalam hidup ini, ada saatnya kita harus berhenti sejenak, merenung, dan mengambil hikmah dari setiap perjalanan yang telah kita lalui. Bukan hanya untuk memperkaya batin, tetapi juga untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dekat kepada-Nya, dan lebih memahami arti dari setiap langkah yang kita ambil.


Mentari semakin memuncak ketika kami akhirnya tiba di rumah masing-masing. Namun, kehangatan yang kami bawa dari perjalanan hari ini masih terasa, seperti bara yang tetap menyala di dalam hati. Aku tahu, bahwa hari ini bukan sekadar perjalanan fisik menuju desa Trucuk, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendekatkan aku kepada Tuhan, kepada sahabat, dan kepada diriku sendiri.


Dan di akhir hari, saat mata ini perlahan terpejam, aku berdoa semoga setiap langkah yang kuambil ke depan akan selalu diberkahi oleh-Nya, sebagaimana perjalanan hari ini yang penuh dengan makna, cinta, dan kebersamaan. Inilah perjalanan hidup, yang tak selalu mudah, tetapi selalu penuh dengan keindahan dan pelajaran, jika kita mau membuka hati dan melihatnya dengan mata jiwa.

Memberikan Potongan Tumpeng Kepada Pak Hendra

Sesampainya di rumah sekitar pukul 12.00 siang, aku langsung menunaikan sholat Dhuhur dengan khusyuk, meresapi setiap doa yang kuucapkan, memohon keberkahan untuk hari yang panjang ini. Setelahnya, aku berbaring sejenak, mencoba merilekskan badan yang mulai terasa letih oleh perjalanan tadi pagi. Namun, istirahatku tak berlangsung lama, karena pada pukul 15.00 ada undangan yang harus kuhadiri—sebuah acara penting dari PT Waskita.


Sekitar pukul 14.00, istriku dengan lembut membangunkanku dari tidur siangku. Dengan senyuman yang penuh perhatian, ia mengingatkan bahwa saatnya untuk bersiap-siap. Aku segera menuju kamar mandi, air yang mengalir membasuh wajahku seolah membawa kesegaran baru, mempersiapkan diri untuk tugas berikutnya. Setelah mandi, aku meluangkan waktu sejenak untuk bermujahadah, menyerahkan seluruh rencana hari ini kepada Allah SWT, memohon kekuatan agar setiap langkah yang kuambil dipenuhi dengan keberkahan-Nya.


Tepat ketika adzan Asar berkumandang, aku mengambil wudhu dan melaksanakan sholat Asar dengan penuh kekhusyukan. Di dalam doa, aku memohon perlindungan dan kemudahan, mengharap setiap usaha yang kulakukan hari ini dapat menjadi amal yang diridhai-Nya. Tak lama setelah aku selesai sholat, suara mobil yang dikemudikan oleh Mas Ngadimen, utusan dari PT Waskita, terdengar memasuki halaman rumah. 


Aku berpamitan kepada istriku dan anak-anak, memeluk mereka dengan penuh kasih, dan kemudian melangkah keluar rumah dengan penuh keyakinan. Perjalanan menuju kawasan proyek Pengecoran Bendungan Karangnongko terasa tenang, pikiranku sudah mulai mempersiapkan diri untuk acara yang akan dihadiri.


Sesampainya di sana, aku disambut hangat oleh Pak Hendra, kontraktor utama proyek ini. Sebelum acara resmi dimulai, kami sempat berbincang tentang banyak hal—tentang proyek ini, tantangan yang dihadapi, hingga harapan-harapan ke depan. Pak Hendra adalah sosok yang berdedikasi tinggi, dan dari percakapan kami, terasa jelas bahwa ia sangat ingin proyek ini berjalan dengan lancar dan sukses.


Ketika tiba waktunya, aku diminta untuk memimpin doa. Dengan penuh rasa syukur dan rendah hati, aku menyampaikan hajat kami kepada Allah SWT, memohon agar setiap orang yang terlibat dalam pembangunan bendungan ini senantiasa diberi keselamatan, dan semoga hasil dari pekerjaan ini membawa berkah bagi semua umat. Setelah doa selesai, aku diberi kehormatan untuk memotong tumpeng, sebuah simbol keberhasilan dan harapan baik untuk masa depan. Potongan tumpeng pertama aku serahkan kepada Pak Hendra, sebagai tanda kerjasama yang erat dan saling mendukung.


Setelah semua rangkaian acara selesai, aku berpamitan dengan Pak Hendra, berterima kasih atas sambutan dan kerjasamanya yang baik. Perjalanan pulang kali ini terasa ringan, bukan hanya karena acara yang berjalan lancar, tetapi juga karena doa-doa yang terucap hari ini, yang kuharap menjadi bagian dari setiap keberhasilan yang akan datang.


Dalam perjalanan pulang dari proyek Pengecoran Bendungan Karangnongko, suasana hati terasa tenteram. Setiap detik yang berlalu di hari ini membawa makna yang dalam, seolah-olah setiap langkah telah diatur dengan penuh kehati-hatian oleh-Nya. Mobil yang dikendarai Mas Ngadimen melaju dengan tenang di bawah langit sore yang mulai merona, menyisakan perenungan yang mendalam dalam pikiranku.


Aku merenung, bagaimana setiap kejadian di hari ini terjalin dalam satu kesatuan yang harmonis. Dari ziarah ke rumah sahabat yang baru pulang dari Umroh, hingga memimpin doa di proyek bendungan—semuanya membawa pesan tentang pentingnya menjaga niat yang lurus dan tulus dalam setiap tindakan. Doa yang kuucapkan tadi, aku yakini telah membawa keberkahan tidak hanya bagi mereka yang bekerja di proyek itu, tetapi juga bagi keluargaku dan diriku sendiri. 


Sesampainya di rumah, senja telah beranjak menuju malam. Istriku menyambutku di depan pintu dengan senyum hangat, dan anak-anak berlari menyongsongku dengan riang. Kehangatan keluarga ini adalah anugerah yang tiada tara, menghapus lelah dan menyegarkan jiwa. Dalam kebersamaan ini, aku merasa setiap tantangan yang kuhadapi sepanjang hari terbayar lunas oleh cinta dan perhatian yang mereka berikan.


Malam itu, setelah makan malam bersama, aku menyempatkan diri untuk duduk di ruang keluarga, berbicara dengan istriku tentang semua yang terjadi hari ini. Ia mendengarkan dengan penuh perhatian, seperti biasa, menjadi tempatku berbagi segala cerita, kegelisahan, dan harapan. Dalam percakapan kami, aku merasakan betapa pentingnya peran keluarga dalam menjaga keseimbangan hidupku. Mereka adalah pilar yang selalu menopangku, menguatkan saat lelah, dan menghibur saat hati terasa berat.


Sebelum tidur, aku merenungkan semua yang telah terjadi. Hari ini, lebih dari sekadar aktivitas yang padat, adalah tentang bagaimana aku mencoba untuk selalu melibatkan Allah dalam setiap langkahku, dalam setiap niatku. Dan aku bersyukur, karena di setiap perjalanan yang kujalani, selalu ada cahaya-Nya yang menuntun, memberikan kekuatan dan kedamaian.


Malam itu, aku tidur dengan hati yang penuh syukur. Hari yang panjang ini, meski melelahkan, telah mengajarkanku bahwa hidup adalah tentang terus bergerak maju dengan keyakinan, dan bahwa setiap doa yang kita panjatkan dengan tulus akan selalu menemukan jalannya untuk dikabulkan. Besok, hari baru akan datang, dan aku siap untuk menyambutnya dengan penuh semangat, membawa pelajaran hari ini sebagai bekal untuk langkah-langkah berikutnya.

0 comments:

Posting Komentar