Jumat, 27 Juni 2025

Jejak yang Dibersihkan, Langkah yang Dikuatkan: Kelanjutan Kisah NIK yang Tercatut



Setelah perjuangan panjang yang penuh ketidakpastian, langkahku mulai menapaki jalan terang. Meski pihak pengurus partai tempat namaku tercatut telah berusaha menyelesaikan administrasi, bagiku semua terasa begitu lamban. Sementara hari-hari terus berlalu dengan hati yang tak pernah tenang. Aku tahu mereka sudah mencoba maksimal, tapi sebagai korban, waktu menjadi seperti cambuk bagi kegelisahan batinku.

Puncaknya adalah saat aku memutuskan untuk ikut Mujahadah di malam 10 November 2024, bertempat di Kantor PBNU Pertama, Jalan Bubutan, Surabaya. Dalam suasana yang penuh khidmat itu, kularut dalam lantunan doa bersama orang-orang sholih yang bahkan tak kukenal, namun terasa begitu dekat. Tapi jiwaku bergemuruh. Tangis yang kutahan akhirnya luruh, mengalir bersama doa yang kupanjatkan dalam kesendirian spiritual. Aku pasrah, aku lelah, tapi aku percaya bahwa Allah selalu melihat mereka yang terzalimi.

Selepas acara, aku mencoba kembali menghubungi pengurus partai yang sebelumnya berjanji akan menyelesaikan semuanya malam itu juga. Dan benar saja—tepat pukul 00.00 WIB, dengan tangan gemetar dan hati penuh harap, kubuka laman resmi KPU. Perlahan kuarahkan pandangan ke kolom daftar nama yang sebelumnya menyudutkanku. Dan... namaku sudah tidak ada lagi di sana. Tak bisa kutahan rasa syukur itu. Dalam diam, aku bersujud, menangis—bukan karena sedih, tapi karena Allah benar-benar menolongku di waktu yang paling indah: saat segalanya terasa hampir mustahil.

Pagi harinya, sebuah surat resmi dari partai itu akhirnya kukantongi. Surat pernyataan bahwa aku telah resmi keluar dan tidak pernah mengajukan keanggotaan sebelumnya. Rasa lega menyelimuti seluruh jiwaku. Beban yang selama ini menghimpit akhirnya mulai terangkat satu demi satu.

Dan belum genap sehari sejak surat itu kuterima, kabar baik berikutnya datang menyambut. Bak gayung bersambut, berkas-berkas yang sebelumnya kuunggah ke situs BKN untuk seleksi Tes P3K, akhirnya dinyatakan LOLOS VERIFIKASI. Notifikasi itu muncul begitu sederhana, tapi dampaknya luar biasa: “Anda memenuhi syarat dan berhak mengikuti tahapan seleksi berikutnya.”

Tanpa berpikir panjang, aku langsung pulang dan mencari Ibukku. Di pojok rumah, beliau sedang menata barang-barang lama. Aku hampiri dan menatap wajahnya dengan mata yang mulai berkaca. “Buk... aku lolos verifikasi. Aku bisa ikut tes P3K…”

Ibuku menoleh perlahan, lalu menunduk sembari mengucap, “Alhamdulillah… alhamdulillah, nak…” Hanya itu, namun di pelukannya aku merasa seluruh perjuangan ini mendapatkan restu dari langit.

Lalu aku temui istriku. Saat kusampaikan kabar itu, ia tersenyum penuh haru dan memelukku erat. “Perjuanganmu tidak sia-sia, Mas…” ucapnya. Pelukannya seolah menjadi penguat baru untuk langkah panjang yang menanti.

Tak lupa, kabar baik ini juga kubagikan kepada teman-teman seperjuangan—mereka yang selama ini selalu hadir memberi simpati, mendengarkan, dan menyemangati. Salah satu pesan spesial kukirim kepada Bapak Kepala KUA Margomulyo, yang selama ini menjadi saksi langsung atas tekanan dan kegelisahan yang kualami. Beliau membalas dengan doa dan dukungan tulus.

Hari itu, dunia terasa lebih bersahabat. Segala perjuangan, tangis, dan doa selama ini mulai menemukan titik terang. Perjalananku masih panjang, tapi kali ini, aku tahu: aku melangkah dengan lebih ringan, dengan restu, cinta, dan keberkahan yang membersamai.


Baca Kisah Sebelumnya                                       Bersambung

0 comments:

Posting Komentar